21 September 2011

kala sandi berkata


SINOPSIS : Kejujuran itu penting, meski kadang kejujuran itu pahit dan menyakitkan. Pesan moral itulah yang ingin disampaikan dalam film ini. Kehidupan Risma begitu samar, ia tinggal bersama adiknya Tria dan seorang tukang Kebun bernama Mang Sarma. Ia hanya tahu bahwa ibunya dulu sewaktu Risma kecil selalu menengoknya setiapkali ia berulang tahun. Namun sejak ia beranjak dewasa. Ia tak pernah lagi melihat sosok ibunya. Kegelisahannya itu selalu ia tuangkan dalam buku harian yang ia tuliskan dengan menggunakan sandi kotak. Kerinduannya terhadap sosok tersebut ia lampiaskan dalam kegiatan kepramukaan. Ia menemukan keceriaan, kebahagiaan bersama teman-temannya di kegiatan Pramuka. Namun setiap kali ia kembali ke rumah, ia selalu menemukan kemuraman tentang siapa Tria dan siapa Mang Sarma sebenarnya. Risma mempunyai seorang teman spesial bernama Arya. Ia menemukan sosok ayah dan kakak dalam diri Arya. Suatu saat, Risma mengalami kebimbangan. Ia harus memilih antara kegiatan pelantikan Pramuka, dengan menunggu adiknya yang bisu di rumah. Semula ia hendak menitipkan Tria pada Arya, namun kepercayaannya hilang ketika mengetahui Arya dekat dengan seorang perempuan bernama Susie. Risma akhirnya memutuskan untuk menitipkan Tria pada Mang Sarma. Dalam perjalanan Pelantikan, Sangga Risma terjebak Badai kabut dan salah satu anggotanya jatuh ke dalam jurang. Di saat-saat panik seperti itu tiba-tiba Risma melihat sosok Tria disela-sela kabut tanpa mempedulikan teman-temannya ia mengikuti Tria dan tersesat di dalam hutan. Sementara Itu Rully, Jaka, Chipay dan Nuri panik mengetahui Risma menghilang hingga mereka melupakan bendera Merah Putih yang telah mereka dapatkan susah payah sebagai tanda bisa mengikuti pelantikan. Diakhir cerita mereka bisa kembali mendapatkan bendera merah putih dengan segala perjuangannya dan juga berhasil menemukan RISMA dan berkat kepiawaian RISMA dalam menerjemahkan sandi ia juga berhasil mengetahui rahasia keluarganya selama ini.
Film ini bertema petualangan dengan misi membangkitkan nasionalisme, Kejujuran mengungkap rahasia, dan perdamaian yang kian pudar terutama di generasi muda.
ALUR :
a. Tahap Perkenalan tokoH : Menit pertama hingga menit ke 15 film mulai mengenalkan tokoh RISMA, MANG SARMA, TRIA, ARYA
b. Permulaan Konflik : Konflik di awali dengan kerinduan RISMA terhadap sosok orang tua yang ia lampiaskan pada kegiatan pramuka, Rasa sayangnya pada adik satu-satunya membuat ia bimbang ketika menghadapi kegiatan pelantikan. Ia tak tega meninggalkan TRIA yang bisu sendirian di rumah sementara MANG SARMA si tukang kebun sering meninggalkan rumah untuk mengobati pasien-pasiennya. Ia sengaja mencari-cari alasan untuk tdk mengikuti kegiatan kepramukaan. Ia tidak ingin keadaan keluarganya diketahui orang banyak termasuk ARYA. Namun karena keadaan akhirnya ia mengajak ARYA untuk datang ke rumahnya dan bermaksud menitipkan TRIA padanya, namun ketika RISMA tahu ARYA sering berduaan dengan wanita lain, ia mengurungkan niatnya.Akhirnya ia menitipkan TRIA pada MAng SARMA yang merupakan awal puncak konflik film ini.
c. Puncak Konflik : TRIA diculik oleh sosok yg tdk dikenal, Risma hilang, Jaka terjatuh, Bendera Merah putih hilang, Sangga Rully & Hilmantersesat.
d. klimaks : Sangga Rully dan Hilman menemukan gubuk yg dihuni oleh seorang Dukun yg ternyata adalah Mang Sarma
e. Ending : Mang sarma diketahui sebagai ayah dari Risma, Mang Sarma akhirnya terbunuh oleh anak buah orang yang ia santet, Risma ditemukan dan mengetahui bahwa ARYA adalah kakak tirinya.
KARAKTER :
a. RISMA : Gadis usia 16 tahun, tinggi, cantik, introvert. Ia menyembunyikan kesuraman asal-usul keluarganya dari orang lain dan ia menemukan kehidupannya di Pramuka
b. TRIA : Gadis usia 13 tahun, cantik, bisu, Adik Risma, ia menguasai finger spelling sebagai alat komunikasinya
c. MANG SARMA, 40 tahun, rambut panjang menyeramkan, berwatak keras dan pendendam dan memiliki sumber kesaktian berupa ikat kepala. Awalnya ia di ketahui sebagai tukang kebunnya RISMA namun d ending cerita ia adalah ayah RISMA sebenarnya
d. ARYA, 20 Tahun, Mahasiswa, Ganteng,Sedikit introvert, tidak suka terhadap ibu tirinya. Di akhir cerita diketahui bahwa ia adalah akakak tiri Risma

09 September 2011

07 September 2011

Presiden SBY Bangga Memakai Seragam Cokelat


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang biasanya selalu mengenakan setelan jas dan dasi resmi, Jumat (20/11) kemarin, rela menggunakan seragam Pramuka yang sudah berpuluh- puluh tahun lamanya tak dikenakan olehnya. Sederet pin-pin Pramuka pun menambah kesan gagah dari sosok Kepala Negara ini. Bukan tanpa alasan, hari itu, Presiden SBY sengaja mengenakan seragam Pramuka karena harus menghadiri upacara pengukuhan pengurus Kwartir Nasional (Kwarnas) Gerakan Pramuka masa bakti 2008–2013.

Terkait seragam Pramuka ini, Presiden SBY memiliki pengalaman tersendiri. Dia mengaku, awal mula tertarik pada organisasi kepanduan ini pada 1961 saat Presiden RI pertama Soekarno meresmikan Gerakan Pramuka di Tanah Air. Saat itu, SBY yang semasa kecilnya dipanggil Sus oleh teman-teman sekolahnya ikut berdiri di sebuah lapangan kecil di Pacitan. Saat itu, SBY masih duduk di kelas 6 SD. Itulah saat pertama SBY mengenakan seragam Pramuka.Bersama-sama puluhan teman-teman sekampungnya, SBY pun ikut larut dalam upacara peresmian Gerakan Pramuka ini. SBY mengaku ketertarikannya kepada organisasi Pramuka berawal dari warna kecokelatan seragam yang dikenakan para Pramuka. ”Saya pertama kali tertarik karena seragamnya, melihat gerakannya gagah. Latihan-latihannya sungguh menarik waktu itu. Maka, saya dan teman-teman bergabung dengan Pramuka,” kenang SBY.SBY mengaku, sejak kecil dirinya memang selalu tertarik dengan gerakan yang membentuk kepemimpinan, karakter, dan persahabatan satu sama lain. Hal semacam ini, menurutnya, saat itu sangat tergambar jelas di Gerakan Pramuka. Menurutnya, dari Pramuka inilah yang akhirnya mempengaruhi kehidupan dan kariernya untuk mencintai kehidupan berorganisasi gerakan lapangan. “Ternyata, dalam perjalanan hidup, sangat banyak peran Pramuka dalam membentuk kepribadian, watak, semangat, dan cita-cita dalam banyak hal,” paparnya.

Presiden SBY menilai, Pramuka sekarang ini harus lebih memiliki karakter yang kuat dalam berbagai hal. Langkah ini diperlukan agar generasi muda Indonesia dapat tertarik untuk mengikuti kegiatan Pramuka.

Kecintaan Presiden SBY terhadap Gerakan Pramuka pun ditunjukkan hingga kini. Melihat redupnya gerakan kepanduan ini, Presiden pun mengambil langkah terobosan untuk menghidupkannya kembali. Salah satunya adalah dengan melakukan revitalisasi Gerakan Pramuka. Presiden pun telah memerintahkan Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menegpora) Andi Mallarangeng untuk melakukan revitalisasi Gerakan Pramuka.

Mengomentari langkah dari Kepala Negara ini, beberapa waktu lalu sebelumnya Menegpora, Andi Malarangeng telah menyiapkan beberapa program yang akan ditawarkan kepada Kwarnas. Bahkan pihaknya sudah melakukan pertemuan dengan Kwarnas Gerakan Pramuka untuk berdiskusi dan menawarkan fasilitas bagi kemajuan Pramuka. Dalam pertemuan itu, Andi menegaskan, bahwa sudah dibahas langkah-langkah yang bisa diambil untuk memfasilitasi gerakan anak-anak muda dalam hal kepanduan ini. “Ke depan, saya akan mengambil langkah-langkah untuk merumuskan revitalisasi Pramuka,” ungkap Andi Mallarangeng beberapa waktu lalu.


dikutif dari:
http://pramukasmpn3.blogspot.com/2009/12/presiden-sby-bangga-memakai-seragam.html

KAKAK KETUA KWARNAS PERIODE 1961-2013


Sri Sultan Hamengkubuwono IX
masa bhakti 1961 - 1974


Letjen. Sarbini
masa bakti 1974 – 1978


Letjen. Mashudi
masa bakti 1978 – 1993


Letjen. Himawan Sutanto
 masa bakti 1993- 1998


Letjen. Rivai Harahap
masa bakti 1998 - 2003


Frof. Dr. Azrul Azwar, MPH
masa bakti 2003 - 2013

Sultan Hamengkubuwono IX

sri-sultan-hamengku-buwono-ix
Dilahirkan di nDalem Pakuningratan kampung Sompilan Ngasem pada hari Sabtu Paing tanggal 12 April 1912 atau menurut tarikh Jawa Islam pada tanggal Rabingulakir tahun Jimakir 1842 dengan nama Dorodjatun. Ayahnya adalah Gusti Pangeran Haryo Puruboyo, yang kemudian hari ketika Dorodjatun berusia 3 tahun Beliau diangkat menjadi putera mahkota (calon raja) dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengku Negara Sudibya Raja Putera Narendra ing Mataram. Sedangkan ibunya bernama Raden Ajeng Kustilah, puteri Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Raden Ayu Adipati Anom.
Sejak usia 4 tahun Dorodjatun sudah hidup terpisah dari keluarganya, dititipkan pada keluarga Mulder seorang Belanda yang tinggal di Gondokusuman untuk mendapat pendidikan yang penuh disiplin dan gaya hidup yang sederhana sekalipun ia putra seorang raja.
Dalam keluarga Mulder itu Dorodjatun diberi nama panggilan Henkie yang diambil dari nama Pangeran Hendrik, suami Ratu Wilhelmina dari Negeri Belanda.
Henkie mulai bersekolah di taman kanak-kanak atau Frobel School asuhan Juffrouw Willer yang terletak di Bintaran Kidul. Pada usia 6 tahun Dorodjatun masuk sekolah dasar Eerste Europese Lagere School dan tamat pada tahun 1925. Kemudian Dorodjatun melanjutkan pendidikan ke Hogere Burger School (HBS, setingkat SMP dan SMU) di Semarang dan kemudian di Bandung. Pada tahun 1931 ia berangkat ke Belanda untuk kuliah di Rijkuniversiteit Leiden, mengambil jurusan Indologie (ilmu tentang Indonesia) kemudian ekonomi. Ia kembali ke Indonesia tahun 1939.
Setahun kemudian, tepatnya pada hari Senin Pon tanggal 18 Maret 1940 atau tanggal 8 bulan Sapar tahun Jawa Dal 1871, Dorodjatun dinobatkan sebagai raja Ngayogyakarta Hadiningrat dengan gelar Sampeyandalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono, Senopati Ing Ngalogo, Abdurrahman Sayidin Panoto Gomo, Kalifatullah Ingkang Kaping IX. Arti gelar tersebut ialah bahwa sultanlah penguasa yang sah dunia yang fana ini, dia juga Senopati Ing Ngalogo yang berarti mempunyai kekuasaan untuk menentukan perdamaian atau peperangan dan bahwa dia pulalah panglima tertinggi angkatan perang pada saat terjadi peperangan. Sultan juga Abdurrahman Sayidin Panoto Gomo atau penata agama yang pemurah, sebab dia diakui sebagai Kalifatullah, pengganti Muhammad Rasul Allah.
Sri Sultan Hamengku Buwono IX merupakan contoh bangsawan yang demokratis. Pemerintahan Kesultanan Yogyakarta mengalami banyak perubahan di bawah pimpinannya. Pendidikan Barat yang dijalaninya sejak usia 4 tahun membuat HB IX menemukan banyak alternatif budaya untuk menyelenggarakan Keraton Yogyakarta di kemudian hari. Berbagai tradisi keraton yang kurang menguntungkan dihapusnya dan dengan alternatif budaya baru HB IX menghapusnya. Meski begitu bukan berarti ia menghilangkan substansi sendiri sejauh itu perlu dipertahankan. Bahkan wawasan budayanya yang luas mempu menemukan terobosan baru untuk memulihkan kejayaan kerajaan Yogyakarta. Bila dalam masa kejayaan Mataram pernah berhasil mengembangkan konsep politik keagungbinataraan yaitu bahwa kekuasaan raja adalah agung binathara bahu dhenda nyakrawati, berbudi bawa leksana ambeg adil para marta (besar laksana kekuasaan dewa, pemeliharaan hukum dan penguasa dunia, meluap budi luhur mulianya, dan bersikap adil terhadap sesama), maka HB IX dengan wawasan barunya menunjukkan bahwa raja bukan lagi gung binathara, melainkan demokratis. Raja berprinsip kedaulatan rakyat tetapi tetap berbudi bawa leksana.
Di samping itu HB IX juga memiliki paham kebangsaan yang tinggi. Dalam pidato penobatannya sebagai Sri Sultan HB IX ada dua hal penting yang menunjukkan sikap tersebut. Pertama, adalah kalimat yang berbunyi: “Walaupun saya telah mengenyam pendidikan Barat yang sebenarnya, namun pertama-tama saya adalah dan tetap adalah orang Jawa.” Kedua, adalah ucapannya yang berisi janji perjuangan: “Izinkanlah saya mengakhiri pidato saya ini dengan berjanji, semoga saya dapat bekerja untuk memuhi kepentingan nusa dan bangsa, sebatas pengetahuan dan kemampuan yang ada pada saya.”
sultan-hamengkubuwono-ix_medium 
Wawasan kebangsaan HB IX juga terlihat dari sikap tegasnya yang mendukung Republik Indonesia dengan sangat konsekuen. Segera setelah Proklamasi RI ia mengirimkan amanat kepada Presiden RI yang menyataak keinginan kerajaan Yogyakarta untuk mendukung pemerintahan RI. Ketika Jakarta sebagai ibukota RI mengalami situasi gawat, HB IX tidak keberatan ibukota RI dipindahkan ke Yogyakarta. Begitu juga ketika ibukota RI diduduki musuh, ia bukan saja tidak mau menerima bujukan Belanda untuk berpihak pada mereka, namun juga mengambil inisatif yang sebenarnya dapat membahayakan dirinya, termasuk mengijinkan para gerilyawan bersembunyi di kompleks keraton pada serangan oemoem 1 Maret 1949. Jelaslah bahwa ia seorang raja yang republiken. Setelah bergabung dengan RI, HB IX terjun dalam dunia politik nasional.
Jabatan yang pernah diemban oleh HB IX
Selepas Proklamasi 1945 Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta dan Gubernur Militer DIY
Kabinet Syahrir (2 Oktober 1946 sampai 27 Juni 1947) Menteri Negara
Kabinet Amirsyarifuddin I & II (3 juli 1947 s.d. 11 November 1947 dan 11 November 1947 s.d. 28 Januari 1948) Menteri Negara
Kabinet Hatta I (29 Januari 1948 s/d 4 Agustus 1949) Menteri Negara
Kabinet Hatta II (4 Agustus 1949 s/d 20 Desember 1949) Menteri Pertahanan/Koordinator Keamanan Dalam Negeri
Pada masa RIS (20 Desember 1949 s.d. 6 September 1950) Menteri Pertahanan
Kabinet Natsir (6 September 1950 s.d. 27 April 1951) Wakil Perdana Menteri
Tahun 1951 Ketua Dewan Kurator UGM Yogyakarta
Tahun 1956 Ketua Dewan Pariwisata Indonesia
Tahun 1957 Ketua Sidang ke-4 ECAFE (Economic Commision for Asia and the Far East) dan menjadi Ketua Pertemuan Regional ke-11 Panitia Konsultatif Colombo Plan
Tahun 1958 Ketua Federasi Asean Games
5 Juli 1959 Menteri/Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Tahun 1963 Ketua Delegasi Indonesia dalam pertemuan PBB tentang Perjalanan dan Pariwisata
21 Februari 1966 Menteri Koordinator Pembangunan
11 Maret 1966 Wakil Perdana Menteri Bidang Ekonomi (Ekubang)
Tahun 1968 Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka
Tahun 1968 Ketua Umum KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia)
Tahun 1968 Ketua Delegasi Indonesia ke Konferensi PATA (PAsific Area Travel Association) di California, Amerika Serikat
25 Maret 1973 Wakil Presiden RI
23 Maret 1978 Mengundurkan diri sebagai Wapres RI dengan alasan kesehatan
1 Oktober 1988 Kembali ke Rahmatullah di RS George Washington University Amerika Serikat pukul 04.30 waktu setempat
8 Oktober 1988 Jenasah Sri Sultan Hamengku Buwono IX dimakamkan di Astana Saptarengga, Komplek Pemakaman Raja Mataram di Imogiri, 17 km Selatan Kota Yogyakarta.

Comment