28 June 2016

Dilema pendidikan kita

Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland, dalam bukunya “Why Asians Are Less Creative Than Westerners” (2001) yang dianggap kontroversial tapi ternyata menjadi “best seller”. (www.idearesort.com/trainers) mengemukakan beberapa hal tentang bangsa-bangsa Asia yang telah membuka mata dan pikiran banyak orang:

1. Bagi kebanyakan orang Asia, dalam budaya mereka, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang dan harta lain). Passion (rasa cinta terhadap sesuatu) kurang dihargai. Akibatnya, bidang kreativitas kalah populer oleh profesi dokter, lawyer, dan sejenisnya yang dianggap bisa lebih cepat menjadikan seorang untuk memiliki kekayaan banyak.

2. Bagi orang Asia, banyaknya kekayaan yang dimiliki lebih dihargai daripada CARA memperoleh kekayaan tersebut. Tidak heran bila lebih banyak orang menyukai cerita, novel, sinetron atau film yang bertema orang miskin jadi kaya mendadak karena beruntung menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh pangeran dan sejenis itu. Tidak heran pula bila perilaku koruptif pun ditolerir/diterima sebagai sesuatu yg wajar.

3. Bagi orang Asia, pendidikan identik dengan hafalan berbasis “kunci jawaban” bukan pada pengertian. Ujian Nasional, tes masuk PT dll semua berbasis hafalan. Sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal rumus-rumus Imu pasti dan ilmu hitung lainnya bukan diarahkan untuk memahami kapan dan bagaimana menggunakan rumus-rumus tersebut.

4. Karena berbasis hafalan, murid-murid di sekolah di Asia dijejali sebanyak mungkin pelajaran. Mereka dididik menjadi “Jack of all trades, but master of none” (tahu sedikit sedikit tentang banyak hal tapi tidak menguasai apapun).

5. Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia bisa jadi juara dalam Olimpiade Fisika, dan Matematika. Tapi hampir tidak pernah ada orang Asia yang menang Nobel atau hadiah internasional lainnya yang berbasis inovasi dan kreativitas.

6. Orang Asia takut salah (KIASI) dan takut kalah (KIASU). Akibatnya sifat eksploratif sebagai upaya memenuhi rasa penasaran dan keberanian untuk mengambil risiko kurang dihargai.

7. Bagi kebanyakan bangsa Asia, bertanya artinya bodoh, makanya rasa penasaran tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di sekolah.

8. Karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di sekolah atau dalam seminar atau workshop, peserta jarang mau bertanya tetapi setelah sesi berakhir peserta mengerumuni guru/narasumber untuk minta penjelasan tambahan.

Dalam bukunya Profesor Ng Aik Kwang menawarkan beberapa solusi sebagai berikut:

1. Hargai proses. Hargailah orang karena pengabdiannya bukan karena kekayaannya.

2. Hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban. Biarkan murid memahami bidang yang paling disukainya.

3. Jangan jejali murid dengan banyak hafalan, apalagi matematika. Untuk apa diciptakan kalkulator kalau jawaban utk X x Y harus dihafalkan? Biarkan murid memilih sedikit mata pelajaran tapi benar-benar dikuasainya.

4. Biarkan anak memilih profesi berdasarkan PASSION (rasa cinta) nya pada bidang itu, bukan memaksanya mengambil jurusan atau profesi tertentu yang lebih cepat menghasilkan uang.

5. Dasar kreativitas adalah rasa penasaran berani ambil resiko. AYO BERTANYA!

6. Guru adalah fasilitator, bukan dewa yang harus tahu segalanya. Mari akui dengan bangga kalau KITA TIDAK TAHU!

7. Passion manusia adalah anugerah Tuhan..sebagai orang tua kita bertanggung-jawab untuk mengarahkan anak kita untuk menemukan passionnya dan mensupportnya.

Mudah-mudahan dengan begitu, kita bisa memiliki anak-anak dan cucu yang kreatif, inovatif tapi juga memiliki integritas dan idealisme tinggi tanpa korupsi.

26 June 2016

Pondok romadhon dan takjil gratis 2016

Undangan

Assalamualaikum
kita dari saka bhayangkara polsek widodaren, karanganyar sm ngrambe akan mengadakan pondok romadon sekaligus berbagi takjil gratis besok
Hari : sabtu
Tanggal : tgl 2 juli 2016
Tempat : dipolsek ngrambe

nanti startnya jam 2 sore, kakak2 utama alumni dimohon kedatanganya ya..

Bagi kakak kakak yang mau ikut bersedekah buat acara diatas bisa menghungi panitia

Sinta (madya) : +6285732361117 (sms/call)
Kak echo (alumni) : hp/whatsapp: 085736673456
Atau bisa transfer ke Rek bri:
6441.0100.5145.534
atas nama eko agus suyanto

Atas partisipasi dan dukungannya disampaikan terima kasih

22 January 2016

Pentingnya pendidikan

Salam prasbhara

sahabat @kak_echo mari kita baca inspirasi sejenak

Orang-orang Cina zaman kuno dulu ingin hidup dalam kondisi aman, mereka membangun tembok Cina yang sangat besar. Mereka berkeyakinan tidak akan ada orang yang sanggup menerobosnya.
Akan tetapi...... 100 tahun pertama setelah tembok selesai dibangun, Cina terlibat tiga kali perperangan besar. Pada setiap kali perperangan, musuh tidak butuh menghancurkan tembok atau memanjatnya untuk menerobos masuk. Tapi cukup bagi mereka setiap kali perang menyogok penjaga pintu gerbang, kemudian mereka masuk melalui pintu.

Perhatian orang Cina di zaman itu disibukkan dengan pembangunan tembok, tapi mereka lupa membangun manusia. Membangun manusia seharusnya dilakukan sebelum membangun apapun.
Salah seorang orientalis mengatakan:
"Apabila anda ingin menghancurkan peradaban sebuah umat, ada tiga cara untuk melakukannya:

1. Hancurkan tatanan keluarga.
2. Hancurkan pendidikan.
3. Hancurkan keteladanan dari orang-orang yang jadi panutan dan ulama.

Untuk menghancurkan keluarga
caranya dengan mengikis peranan ibu.
Jadikan mereka malu menjalani peran sebagai ibu rumah tangga.

Untuk menghancurkan pendidikan;
jangan jadikan para pendidik sebagai orang yang penting dalam masyarakat.
Kurangi penghargaan terhadap mereka, hingga para pelajar meremehkannya.

Untuk menghancurkan keteladanan
rusak akhlak para ulama dan tokoh masyarakat. Hingga tidak ada yang patut dipercayai. Tidak ada orang yang mendengarkan perkataannya, apalagi meneladani perbuatannya.

Apabila ibu-ibu tidak punya kesadaran, para guru yang ikhlas lenyap, dan para ulama panutan sudah sirna, maka siapa lagi yang akan mendidik generasi dengan nilai-nilai luhur?!"

Saat itulah kehancuran umat akan terjadi. Sekalipun tubuh terbungkus pakaian mewah, bernaung di bangunan megah dan dibawa dengan kendaraan super wah.
Apakah saat ini sedang terjadi?!

WASPADALAH !!

Pramuka itu peduli

Kepedulian Seorang Pramuka

Apa sih tujuannya kita ikut pramuka? cari ilmu? cari pengalaman?

INI ALASAN yang terlalu mainstream masa cari ilmu? sekolah juga cari ilmu, cari pengalaman? hal lain juga pengalaman baru jika baru sekali dilakuin.

Apa sih tujuan kita ikut pramuka? Pakai hati kita untuk menentukan, Gerakan Pramuka membentuk karakter kita menjadi seorang pemimpin dengan jiwa peduli, tangguh dan patriotisme.

Dari pramuka aku ingin lebih berprestasi, prestasi jangan di ukur dengan hadiah, juara dan sejenisnya tetapi prestasi adalah tindakan yang berdampak dan kita lakukan memberikan perubahan dan nilai lebih di masyarakat.

Kesuksesan pendidikan kepramukaan adalah dimana peserta didik dapat mengamalkan nilai-nilai Dwi Dharma, Dasa Dharma dan Tri Satya dengan tetap beracuan Pancasila, contoh kecil saja adalah pramuka peduli dengan diri sendiri, keluarga, lingkungan masyarakat, negara dan alam sekitar.

Apa saja tindak kepedulian tersebut?
mulai dari hal kecil, mengajak berbuat baik, menolong orang tua dalam hal ini kakek-nenek, membantu orang tua, menjalankan ibadah sesuai agama, tidak membuang sampah sembarangan, dan belajar agar tetap berprestasi.

Yuk manfaatkan sosial media ini untuk mengajak kebaikan, kalau bikan pramuka siapa lagi, jangan nunggu orang lain hihi, pramuka harus selalu di barisan terdepandalam perubahan!

Comment