26 January 2013

PRAMUKA AKHIR ZAMAN

PRAMUKA RIWAYATMU KINI....

Dalam perkembangannya sampai dengan saat ini Pramuka memiliki jumlah anggota terbesar bahkan jika dilihat dari prosentase keanggotaan World Scout Organization Movement (WOSM). Artinya di antara negara-negara WOSM, Indonesia memiliki jumlah anggota terbesar. Mestinya kita harus bangga dengan hal ini tapi kenyataan berkata lain, berikut analisis yang membuat pramuka hanya akan jadi kenangan.

1.MASALAH DANA
Sejak menjadi anggota, Indonesia sering terkena masalah iuran anggota. Jumlah anggota yang terbesar tidak diikuti dengan kontribusi iuran yang signifikan, malah kadang kwartir nasional meminta penurunan iuran. Sebuah hal yang memalukan. Inilah yang tidak benar tapi lumrah dalam keseharian. Sebuah kebanggaan menuntut prestasi dan upaya. Kita bangga dengan jumlah yang terbesar, tapi iurannya kecil, tidak sepadan.

Sudahkah kita berpartisipasi dalam membayar iuran ? Sudah seharusnya Gerakan Pramuka secara ksatria mengakui bahwa anggota kami tidak sebanyak itu kok...wong yang bayar iuran itu sedikit. Tapi oke lah, biar itu jadi PR kwarnas, bagi kita ya... introspeksi.

Sudahkah kita berpartisipasi ? Seretnya iuran membuat pengurus Gerakan Pramuka mencari pendanaan lain, misalnya dengan mengajukan bantuan kepada pemerintah melalui APBN bagi kwarnas atau APBD bagi kwarda dan kwarcab. Apa boleh ? Jelas hal itu diperkenankan karena sumber pembiayaan organisasi Gerakan Pramuka sudah diatur, asalkan resmi, legal dan tidak bertentangan dengan peraturan. Hanya saja yang terjadi kemudian adalah organisasi Gerakan Pramuka di daerah berlomba untuk mendapatkan dana dari pemerintah melalui APBD dengan kecenderungan semakin besar. Kebanggan akan muncul jika alokasi bantuan pemerintah melalui APBD semakin besar,

2.MASLAH KINERJA KWARTIR
Ini mesti yang harus dicermati, orang akan bertanya buat apa saja tho dana dari APBD buat pramuka ? Sudah tentu kita (yang menjadi pengurus kwartir) harus dapat memberikan pertanggungjawaban kinerja dan anggaran yang optimal. Karena anggaran APBD diberikan kepada kwartir dan kwartir yang mengelola untuk berbagai kegiatan. Sudah barang tentu kita tidak boleh mengandalkan APBD, harus dicari sumber pendapatan lain agar kelangsungan dan kesinambungan organisasi tetap terjaga. Hal yang sama berlaku sampai di tingkat gugus depan, selain dari iuran anggota maka harus dicari upaya pendapatan yang lain sehingga tidak memberatkan anggota.

3. MASALAH  MINAT
Tidak mungkin sebuah organisasi menjadi maju, besar dan berkembang tanpa kontribusi dan partisipasi aktif anggotanya. Image atau citra Gerakan Pramuka di masyarakat menjadi masalah berikutnya setelah anggaran /dana.

Apakah ada yang tahu, mengapa minat mahasiswa masuk pramuka berkurang ? Hal yang sama terjadi di SMA, SMP dan SD. Semakin sedikit adik-adik kita yang mau bergabung dalam kegiatan pramuka. Cobalah teliti, fenomena apakah ini ? Mengapa pramuka tidak lagi menjadi kegiatan favorit. Beberapa alasan yang dapat dirangkum dari pendapat masyarakat semakin menegaskan penurunan citra Gerakan Pramuka yang memang terjadi seperti

1. Kegiatan yang membosankan Kegiatan pramuka yang itu-itu saja (kemah, morse, semaphore, gojlokan – penulis tidak tahu asal kata ini dan apa arti sesungguhnya. Namun telah melekat begitu kental dalam kepramukaan, khususnya di tingkat penegak - , jurit malam, PBB, upacara, lomba ketangkasan).

2. Resiko yang besar tidak diimbangi dengan jaminan keselamatan Banyak orang tua yang khawatir jika anaknya berkemah, bagaimana kegiatannya ? Keselamatannya ? Beberapa fakta, misalnya musibah yang masih bisa dieliminasi/disegah, karena kurangnya pengetahuan, pemahaman dan risk

assessment kemudian terjadi, seperti tenggelam, terseret arus, kecelakaan karena kelebihan muatan, tertimpa pohon, keracunan makanan. Makin banyak dan seringnya musibah yang terjadi membuat kewaspadaan orang tua dan keluarga makin tinggi.

Meski tidak terlalu signifikan tapi ini yang menjadi alasan orang tua untuk berfikir beberapa kali sebelum mengijinkan anaknya berkemah atau mengikuti kegiatan pramuka. Kegiatan pramuka

yang lebih banyak di alam terbuka, yang sebelumnya menjadi tantangan dan kebanggaan peserta didik, berubah menjadi mimpi buruk karena jebloknya manajemen kegiatan ini. Sehingga muncul upaya preventif orang tua dan keluarga yang berlebihan. Bagaimana tidak jeblok jika manajemen kegiatan ini diserahkan kepada sekelompok orang muda yang hanya berbekal pengamalan waktu sebelumnya tanpa adanya supervisi dari anggota dewasa/pembina yang bahkan dalam materi kursusnya tidak ada materi semacam disaster manajement atau risk and safety.

Semakin modern dan semakin maju, pramuka mestinya memperkaya dengan materi pendidikan, latihan maupun kursus beragam. Jika perlu undanglah para ahli atau experts, jangan lah materi kursus dimonopoli lembaga pelatih dan tekstual gigih mengikuti aturan-aturan kaku. Jaman makin berkembang dan dinamis dan sudah semestinya Pramuka bersifat fleksibel daripada kaku agar lebih survive.

 3. Kegiatan yang elitis Pernah ikut jambore ?
Wah, jangan harap kalu bukan anak-anak pejabat bisa ikut. Pendapat skeptis ini banyak ditemui pada level Penggalang yang mana keikutsertaan pada sebuah jambore, khususnya nasional adalah sebuah gengsi yang luar biasa. Sehingga sampai diperebutkan oleh anak pejabat. Kalau sudah begini kegiatan pramuka menjadi elitis alias menjadi milik golongan tertentu. Padahal pramuka khan milik semua golongan. Proses seleksi dan rekruitmen seharusnya berdiri di atas sikap profesional yang mendasarkan pada kapasitas dan kapabilitas. Bukannya atas pesanan atau keinginan golongan / kelompok semata. Kadang argumen yang muncul adalah bagaimana membiayai aktifitas yang banyak dan mahal itu. Maka, menjadi sebuah kewajaran manakala rekruitmen berpihak pada golongan the have alias mereka yang kaya dan mampu secara finansial saja, kemampuan teknis bisa dipoles dengan beberapa kali latihan.

4. HANYA DI ISI WAJAH-WAJAH LAMA
Bagaimana dengan pembinanya ?  Atau pengurus kwartirnya ? Ini jangan ditanya lagi, pasti akan ketemu dengan orang yang itu-itu saja. Apa kaderisasi di Gerakan Pramuka tidak berjalan. Sulit untuk menemukan figur yang tepat menjadi pembina atau pengurus kwartir. Selain tugasnya yang sukarela (seperti relawan) dapat dikatakan aktifitasnya hampir 24 jam sejak konsep, implementasi sampai dengan laporan evaluasi.

Sayangnya, banyak yang terlalu enjoy dan tidak membuka keran kaderisasi sehingga hanya orang-orang tertentu yang mempunyai akses. Entah karena prestise, kehormatan, atau tidak ada aktifitas lain. Kita tentu sangat menghargai jasa mereka yang telah menjadikan Gerakan Pramuka semaju ini. Namun, sudah selayaknya pula bagi kakak-kakak kita untuk memberikan jalan dan ruang bagi kaum muda untuk bergabung dan berkontribusi dalam pembinaan dan pengelolaan Gerakan Pramuka.

Tentunya akan sangat indah bahwa relasi kakak-adik bukan hanya relasi pengurus-anggota. Namun, bisa meningkat kepada relasi sesama pengurus. Paling tidak ini akan mencerminkan dinamisasi dan kaderisasi dalam Gerakan Pramuka. Yang muda dilibatkan pula dalam pengambilan keputusan tidak hanya pada saat pelaksanaan saja dan porsi sebagai asisten semata. Pramuka ke Depan Tantangan pramuka ke depan menjadi semakin berat karena secara internal Pramuka tidak mengalami transformasi.

Memang pramuka kegiatan untuk kaum muda tetapi dapat dilihat bahwa yang dominan adalah tua. Penulis sangat yakin dan percaya bahwa kesinambungan dan eksistensi Gerakan Pramuka akan terjaga manakala kaum muda diberikan tempat yang layak untuk berkiprah, diberikan ruang untuk berkarya. Bukan sekedar direcoki dengan cerita lalu kakak-kakaknya. Bagaimana organisasi menjadi dinamis kalau pengurusnya stagnan. Berikan ruang bagi pemikiran baru untuk berkembang yang semua itu ada di tangan kaum muda. Merekalah benih yang selama ini disemai untuk berkembang menjadi sesuatu yang lebih baik. Semua ada di tangan kita untuk menentukan akan menjadi seperti apa Gerakan Pramuka kelak.


SALAM PRAMUKA

0 comments:

Comment